Perjalanan ke
Negeri Singa ini bukan tanpa tujuan, melainkan suatu tugas untuk membangun
relasi dan lebih mengetahui tentang perdagangan di Negara tersebut. Kami tinggal
di daerah Bugis yang notabene merupakan kawasan penduduk timur, disana pun
terdapat masjid besar yang bernama Masjid Sultan. Di daerah tersebut banyak
toko-toko souvenir berjejer di sepanjang jalan. Tugas kami dimulai pada sore
hingga maghrib. Kami mencoba berbincang-bincang dengan pemilik toko, bagaimana
ia dapat membuka toko ini, dan bagaimana produknya ada di toko.
Beliau merupakan
orang timur yang sudah lama tinggal di Singapura, sudah belasan tahun. Karena
sudah lama tinggal di kawasan tersebut yang memang banyak di datangi pengunjung melayu,
beliau pun bisa berbahasa melayu. Toko tersebut dipenuhi berbagai souvenir, ada
kaos Singapura, tas dan dompet bertuliskan Singapura, mug, coklat, bahkan tas
rotan yang ternyata di ambil dari Indonesia.
Selain itu, ada juga barang yang diambil dari Thailand, seperti tas kain
bergambar gajah, burung dan lain-lain.
Produk bertuliskan
Singapura beliau ambil dari Supplier China karena harga lebih murah dan bisa
bersaing, oleh karena itu harga jual di Singapura pun bisa murah. Supplier
tersebut memang mencari toko-toko di
Singapura untuk menaruh produk di beberapa toko, salah satunya toko
bapak tersebut.

Lalu bagaimana
dengan tas rotan yang diambil dari Indonesia? Berbeda dengan Indonesia, harga
beacukai SIngapura jelas dan sedikit, yaitu 7%. Sehingga beliau mengimpor
barang dari Indonesia, tepatnya dari Jogja. Kalau tas rotan yang biasa kita
beli di area Malioboro, Jogja bisa dibeli seharga 50-200 ribu, di Singapura
bisa dijual 20-50 Dollar Singapura (sekitar 200-500 ribu rupiah).
Diakhir, kami pun berfoto dengan
pemilik toko dan berbagi kontak agar bisa tetap menjalin silaturrahmi.
Komentar
Posting Komentar