Kutipan Pelajaran dalam Novel Tere Liye "RASA"

    

    As a big fan of Tere Liye's Novel, aku selalu nungguin karya terbarunya, terutama genre tentang kehidupan. Di tahun 2022, Tere Liye merilis novel 'Rasa'. Seperti biasa, kisah yang diangkat gak mainstream dan pastinya banyak pelajaran yang bisa diambil. Di novel 'Rasa' ini mengisahkan tentang penerimaan atas apa yang telah terjadi. Berikut aku rangkum beberapa poin pentingnya.
    Dalam novel ini tertulis kalau terkadang masalah itu hanya soal persepsi. Soal asumsi. Relatif. Misalnya, bagi negara yang miskin, pengangguran 20%, rakyat miskin 20% itu bukan masalah besar. Tetapi, bagi negara maju, pengangguran 5%, dan tingkat rakyat miskin hanya 5% merupakan masalah yang sangat besar. Persepsi atau cara memandang masalah adalah kunci untuk menyelesaikan masalah itu sendiri. Contoh nyata yang dapat dilihat, misal di dalam suatu ruangan ada 2 orang, atasan dan bawahan. Ketika atasan merasa anak buahnya tidak melakukan sesuatu dengan benar, itu adalah persepsi dari atasannya. Tanyakan kepada bawahan, dia mungkin merasa sudah melakukan sesuatu itu dengan baik. 
    Meskipun begitu, bukan berarti masalah itu hanyalah soal persepsi. Bagaimanapun bawahan merasa dia tidak bersalah, masalah itu tetap ada, nyata dan terlihat. Setidaknya masalahnya adalah "atasannya merasa bahwa anak buahnya tidak melakukan sesuatu dengan benar". Persepsi. Itu sebuah masalah yang nyata, selain masalahnya sendiri. Celakanya, ketika mencari solusi terkadang kita lupa akan masalah intinya. Kita lebih konsen soal masalah-masalah dasar yang ada di sekitarnya. Melanjutkan contoh yang tadi, terkadang atasan lebih banyak memaki bawahan, mengungkit kesalahan lama, atau menurutkan perasaannya sendiri. Lupa akan masalah utamanya, yaitu kenapa bawahannya tersebut dianggap tidak  melakukan sesuatu dengan benar. Contoh lain, ketika seorang anak memecahkan gelas, seorang ibu yang paham akan persepsi dan masalah itu butuh prioritas akan bertanya kepada anak tersebut mengapa gelas itu sampai pecah, karena itulah masalah utamanya. Bukan malah memaki anaknya dan sibuk dengan persepsi yang ada di kepalanya. Kita perlu ingat bahwa dalam menyelesaikan masalah, porsi paling besar adalah akal. Kita boleh menggunakan perasaan kita. Boleh emosional. Tapi porsi terbesar tetap akal sehat. 
    Tidak semua masalah itu hitam-putih, benar salah. Terkadang masalah itu soal persepsi. Soal bagaimana kita memandangnya. Bagaimana kita menyikapinya. Kita boleh menyalahkan siapa saja. Itu manusiawi. Kita juga boleh menolak bertemu siapa pun. Itu juga manusiawi. Tetapi dengan mulai bersedia mengambil solusi, kita sudah melangkah ke tahap yang lebih baik. Kita tidak akan pernah bisa melupakannya, tetapi bisa memaafkannya. Kita bisa berdamai. 
    Selain tentang persepsi, di novel ini juga menjelaskan tentang penerimaan terhadap sesuatu, bahwa sebuah masalah yang super sulit, super menyakitkan, terkadang hanya bisa diselesaikan dengan sebuah penerimaan. Berdamai dengan hati yang masih membenci. Berdamai dengan hati yang masih perih. Ada perumpamaan yang menarik kalau kita lagi ada dalam suatu masalah. Perumpamaan masalah tersebut ibarat coklat. Batang coklat yang kita makan rasanya manis dan enak. Tapi tahukah kita, kalau biji buah coklat itu aslinya sangat pahit. Binatang liar akan membuangnya saat memakan buah cokelat. Itulah perumpamaan sebuah masalah. Pahit dan menyakitkan. Sekarang, setelah dicampur gula, susu dan krim, rasanya jadi manis. Begitulah seharusnya kita menghadapi masalah yang menyakitkan. Diberikan gula penerimaan, diberikan susu kata maaf, ditaburi krim ketulusan, maka semuanya terasa melegakan. Terasa damai. 
  Dan yang terakhir, kita akan selalu menemukan hikmah/pelajaran dari semua kejadian yang menyakitkan. Hal-hal yang menyakitkan memang gak akan pernah bisa dilupakan, tetapi semua itu bisa dimaafkan. Dengan memaafkan semuanya, kita bisa melanjutkan semuanya jauh lebih baik, dengan hati yang lebih lapang, dengan hati yang lebih ringan:)


Komentar