Insight penting di akhir ramadhan!

Salah satu channel youtube yang seringkali di tonton itu punyanya Raymond Chin. Di bulan ramadan ini juga beberapa kali nonton konten youtube Raymond Chin x Felix Siauw. Bahasannya seru dan banyak insight menarik. Kontennya mengkombinasikan topik masa kini dan juga agama. Salah satu episode kali ini menarik, sih, dengan judul video yang muncul di beranda. Episode ke-28, judulnya “Anies Baswedan: Bongkar Dosa Politik Indonesia?! - Escape Eps 28 (ft Felix Siauw, Koiyo Cabe)”. Ada beberapa hal yang aku catat sebagai pembelajaran.

Pembahasan awal membahas terkait beberapa permasalahan yang terjadi di Indonesia. Kita sering dengar juga kalau saat ini banyak berita negatif tentang Indonesia. Tapi sebenarnya ada juga hal-hal yang baik, dan kabar baik itu cenderung jarang lama dibicarakan. Misalnya kalau kita ke imigrasi, 1 kejadian tertahan lama di imigrasi bisa diceritakan berhari-hari tapi kejadian lolos cepat di imigrasi cenderung tidak diceritakan. Dengan banyaknya berita-berita negatif, jadinya nuansa yang ada saat ini itu cenderung negatif. Oleh karena itu, kita sebaiknya fokus pada apa yang bisa diperbaiki. Selain itu, bisa menyebarkan pesan optimistik yang harus ditopang dengan kredibilitas. Kredibilitas ini dibangun dari konsistensi, integritas, dan pehamanan atas kondisi yang terjadi pada rakyat Indonesia sehingga pesan tersebut muncul sebagi pesan yang kredibel.

Kita pasti pernah dengar ungkapan Bung Karno yang mengatakan “beri saya 1 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Kenyataannya pada saat itu terdapat 95% penduduk RI yang buta huruf. Kalau secara logika, gimana bisa membuat perubahan dengan 1 orang sedangkan 9 orang lainnya buta huruf. Meskipun kenyataannya 95% penduduk RI buta huruf, Bung Karno mengatakan hal positif dan gak fokus ke 95% orang yang buta huruf itu. Ungkapan tersebut bertujuan untuk memompa semangat rakyat, meskipun saat itu kondisi Indonesia juga lagi gak stabil, banyak begal, ketidakamanan, dll. Ungkapan tersebut bisa membangkitkan semangat karna yang mengatakan itu adalah Bung Karno, seorang yang memiliki integritas, memiliki reputasi untuk memperjuangkan tentang rakyat. Jadi, salah satu tanggung jawab pemimpin itu adalah untuk mengirimkan pesan optimis. Kalau kata pak Anies, pemimpin mengirimkan harapan bukan ratapan.

Kita sadar kalau masalah itu tentu selalu ada, dan bisa jadi banyak. Justru kalau masalah tidak ada berarti kita tidak hidup. Penting bagi kita untuk terus mencari jalan keluar. Makanya, perlu keseriusan untuk berproses. Dengan kondisi Indonesia saat ini, negara kita butuh pemimpin yang bisa memberikan pesan optimis, memberikan solusi nyata untuk berbagai persoalan, pribadi yang memiliki kredibilitas dan ditopang dengan integritas, memiliki kompetensi dan juga kedekatan dengan rakyat. Gak perlu kemudian khawatir mengeluarkan pesan positif, karena pesan tersebut juga merupakan bagian dari mencari solusi. Misalnya ada masalah di bidang pendidikan. Kalau hanya mengatakan “kita optimis pendidikan akan lebih baik” tapi tidak ada langkahnya itu hanyalah statement aja. Optimisme dibangun dengan adanya langkah-langkah nyata. Pesan positif harus diiringi dengan policy, dan langkah nyata, sehingga menjadi suatu perubahan yang bisa diterima.

Perlu dipahami bahwa masalah tidak akan selesai dengan kita marah-marah dan meninggalkan. Tapi, masalah itu hanya akan selesai kalau kita confronting, menghadapi, dan menuntut itu diubah. Dalam bernegara, semua kewenangan yang diambil dengan cara yang tidak benar, akan mengalami kerapuhan legitimasi. Legitimasi yang rapuh tidak menjadi masalah ketika kondisi ekonomi dan politik sedang baik-baik saja. Tapi, kalau ekonomi dan politik sedang tidak baik-baik saja, maka legitimasi menjadi sangat lemah. Dijelaskan kalau pemilu menjadi salah satu indikasi sehat tidaknya suatu negara. Keberhasilan secara electoral itu ada unsur moral. Contohnya, seseorang terpilih dengan angka x dalam hitungan suara, tapi separuh dari suara itu diraih dengan cara curang. Memang benar secara fakta bahwa dia memang terpilih. Tapi dia tidak memiliki basis moral.

Dalam suatu proses pemilihan orang, kita gak mungkin punya informasi lengkap tentang seseorang tersebut. Oleh karena itu, dalam proses pemilihan itu ada 2 fase, fase nominasi dan fase election. Nominasi itu idealnya berdasarkan prinsip meriktokratik, sedangkan election itu berdasarkan popularitas. Kalau dalam pemilihan calon sudah melewati meriktokratik, siapapun yang dicalonkan itu akan aman bagi rakyat. Tetapi, kadang dalam proses nominasi ini berdasarkan popularitas, sementara popularitas itu nanti pada fase 2 (fase election). Pada fase nominasi itu yang ditekankan dan dilihat adalah ide, gagasan, value, rekam jejak, kinerja, integritas. Jika proses nominasi dilakukan dengan baik sesuai ketentuan, maka siapapun yang masuk ke dalam proses election, maka rakyat tidak akan rugi. Masalahnya yang ingin masuk ke dalam nominasi tidak hanya yang kompeten, tapi orang yang tidak kompeten dan hanya ingin mengambil keuntungan. Jadi kita harus membuat aturan yang semakin baik.

Terhadap sesuatu kita bisa bersikap kritis. Ketika kita mau bersikap kritis artinya sedang melakukan perubahan. Salah satu perbincangan yang aku suka dalam video ini adalah tentang menghadapi suatu kritik. Misalnya seorang murid bertanya ke guru soal hal yang kritis, belum tentu gurunya nyaman jika di tanya hal tersebut. Bisa ada 2 tipe guru, pertama, guru yang merasa murid tersebut mempermalukan dirinya. Kedua, ada guru pembelajar akan bilang “saya coba cari dahulu jawabannya” ya. Sebagai guru jika mendapat pertanyaan apapun, hadapilah dengan perasaan tenang karna murid tersebut sedang bertanya bukan sedang mempertanyakan kredibilitas dia sebagai guru.

Contoh di atas, sama halnya ketika ada yang mengkritik negara atau sesuatu yang kita pimpin, kritik itu diterima saja. Gak perlu marah-marah karena kita gak perlu menempatkan hal tersebut dalam badan/hati kita, tapi diluar itu. Sehingga ketika seseorang mengkritik suatu masalah itu artinya dia sedang mengkritik masalah tersebut bukan mengkritik diri kita. Toh, masalah tersebut bisa jadi sudah ada sebelum kita memegang tanggung jawab tersebut. Jadi, kalau ada kritik itu coba kita jawab dan koreksi, apa yang harus dikerjakan dan diperbaiki. Kuncinya ‘rileks saja’. Tapi buat sebagian orang yang gak terbiasa untuk berdialog, kritik akan dirasa sebagai ‘menyerang pribadi’ dan merasa bahwa masalah yang ada itu karena ‘saya’. Jadi, kalau ada yang kritik masalah, akui dan perbaiki.

Tentang “kita gak perlu menempatkan masalah di hati kita”, jadi inget waktu dulu pernah ngerasa kesulitan buat nyelesain skripsi, merasa skripsi ini kurang bagus, dan akhirnya cerita ke ayah. Tips-nya hampir sama, lakuin aja, coba diselesaikan dan gak usah dibawa perasaan dan mikir “kok susah ya, kok ga selesai-selesai”. Akhirnya itu berhasil, intinya kerjain aja gak usah sibuk mikirin perasaan kenapa sulit, nanti bakal selesai. Thanks, dad!

Back to topic. Dijelaskan juga, bahwa orang yang sudah memiliki tanggung jawab sebagai penyelenggara negara, dia harus tahu bahwa kata-kata dan tindakannya adalah kata-kata dan tindakan negara. Itu menempel di dirinya 24 jam. Jadi, jangan bersikap sebagai perorangan. Jika mengungkapkan sesuatu, ungkapkan hal yang bisa dipertanggungjawabkan. Ungkapkan hal tersebut dengan ilmu, adab dan nilai-nilai. Termasuk nilai empati, kasih sayang, ketegasan.

Semua masalah dan urusan itu ada degree of urgency. Dalam menyelesaikan masalah itu perlu waktu. Misalnya, kita sedang naik kapal lalu terjadi masalah yaitu kapal salah arah dan kita ingin memperbaiki arah kapalnya. Kalau kita sedang naik kapal spead boat, untuk mengubah arah bisa langsung di ubah kemudi, maka kapal akan segera berubah arahnya. Lain halnya, kalau naik kapal tangker yang panjangnya bisa 1 km. kalau kita mau ubah arah, maka harus ubah kemudi berapa puluh kali dan bisa jadi di KM 7 kapal baru bisa berubah arah. Kita sedang tuntut perubahan kemudi sehingga kapal bisa berubah arah. Namun, kalau kemudi di putar ke kanan 10 kali, putar ke kiri 8 kali, arah tidak berbalik dengan benar. Ilustrasi tersebut seringkali terjadi dalam penyelesaian masalah.

Masalah yang terjadi saat ini di Indonesia, kalau tidak ada tuntutan dan tekanan kepada para pemegang tanggung jawab, maka mereka bekerja seakan-akan tidak ada masalah. Dalam pemerintahan, ada proses politik dan teknokratik. Proses teknokratik adalah bagaimana mengambil keputusan dan menciptakan solusi berdasarkan masalah. Sedangkan, proses politik adalah bagaimana mengambil keputusan berdasarkan kepentingan, kekuatan, aspirasi. Misal ada suatu masalah pendidikan yang tidak merata, secara teknokratik memang masalah ada tapi tidak menjadi keputusan politik karena tidak ada tekanan politik. Ketika ada tekanan politik, maka proses politik akan berjalan atau memiliki keputusan. Saat ini, masalah pendidikan diobrolkan tapi tidak jadi tekanan politik.

Salah satu masalah paling mendasar bagi bangsa yang sedang berkembang itu pendidikan. Selama pendidikan tidak mendapatkan prioritas yang serius, maka sulit mendapat solusi itu semua. Socrates pernah mengkritik demokrasi pada saat itu karena demokrasi memilih orang yang populer bukan orang yang memiliki kapabilitas. Saat ini, kalau ada orang semakin pintar, kapabilitas calon pemimpin terlihat. Dalam diskusi akhirnya muncul satu pertanyaan, “apakah ini menjadi alasan para pemimpin tidak mau serius dalam masalah pendidikan?”. Jawabannya adalah belum tentu karena itu, tapi bisa jadi karena ketidakpedulian. Bisa jadi juga dari sisi pemegang kewenangan, mereka itu punya kepentingan.

Pengambil keputusan memang ingin ekonomi menjadi lebih baik dan maju. Tapi, perekonomian yang maju mensyaratkan adanya kapital yang cukup dan tenaga kerja yang baik. Kualitas tenaga kerja merupakan fungsi dari kualitas pendidikan. Masyarakat harus lebih terdidik untuk dapat menggerakkan ekonomi. Selama pendidikan belum membekali murid dengan kompetensi yang baik, maka ketika masuk dunia kerja dia tidak menjadi tenaga kerja/ enterpreneur yang punya daya gerak ekonomi. Tapi, perlu dicatat bahwa pendidikan bukan sekadar persiapan kerja. Pendidikan itu untuk mengembangkan seluruh potensi agar seseorang bisa menjadi pribadi bermanfaat dan memegang nilai-nilainya dengan baik dan benar sehingga dia menjadi pribadi yang kehadirannya bisa bermanfaat bagi keluarga, sosial dan komersil (menjadi pekerja).

Salah satu alasan lemahnya pendidikan karena adanya keinginan hasil yang instan dan proses politik juga memaksa secara sistemik untuk bisa menunjukkan hasil secara instan. Sebagai contohnya, 5 tahun lagi pemilu dan walikota ini ingin menunjukkan hasil. Kalau misalnya dia mengusung program ingin menyediakan TK untuk semua anak di daerahnya, maka hasilnya akan lama terlihat. Disisi lain, kita tahu bahwa hasil tidak mungkin terjadi instan. Makanya ada gap, sehingga sektor pendidikan tidak jadi sektor prioritas. Pendidikan harus dipandang sebagai investasi bukan sebagai cost. Maka, perlu adanya pemimpin visioner sehingga orang mau melakukan kegiatan yang manfaat diambilnya jangka panjang. Seharusnya alokasi dana untuk pendidikan harus dikunci dan benar-benar dialokasikan untuk pendidikan rakyat/publik. Jangan sampai rakyat tidak sekolah (minimal sampai SMA).

Menurut James Heckman, Professor Ekonomi dari University of Chicago dan penerima Nobel Memorial Prize winner in economics membuktikan bahwa investasi yang memberikan benefit terbesar adalah investasi pendidikan usia dini (pra-SD) yaitu 0-6 tahun. Semua sifat dasar yang akan muncul sampai ujung dimulai sejak usia dini. Oleh karena itu, di usia paling dini justru guru paling berpengalaman yang banyak mengisi dan mengajarkan karena mereka membantu mengisi kebiasaan-kebiasaan seumur hidup. Begitu banyak perilaku kita yang sebenarnya proses pembiasaannya dimulai di usia dini. Orang tua merupakan pendidik terpenting. Oleh karena itu, orang tua perlu bekal dalam mendidik anak. Diketahui bahwa sebagaian TK di Indonesia itu miliki swasta. Ini menjadi bukti bahwa pendidikan usia dini belum menjadi perhatian.

Terakhir, jika bicara soal mengatasi permasalahan pendidikan, itu harus di atasi secara menyeluruh dari aspek akses, kualitas, dan kunci utamanya itu kompetensi guru. Masalah pendidikan tidak mungkin selesai kalau alokasi anggaran tidak cukup. Misalnya guru yang mengajar tidak memiliki status kepegawaian jelas, adanya ketidakjelasan renumerasi, dan gaji hanya cukup untuk 20 hari. Jika seperti itu, maka fokus guru akan terbagi untuk menyelesaikan 10 harinya karna gaji hanya cukup untuk 20 hari. Itu tanda bahwa ini masalah serius jangka panjang. Kalau kita bandingkan dengan negara tetangga Vietnam, kualitas pendidikan negara tersebut meningkat. Nilai PISA negara tersebut meningkat. Faktor-faktor penting yang menjadikan pendidikan negara tersebut meningkatk adalah, mereka fokus pada pendidikan pra-sekolah, meningkatkan jumlah guru yang bersertifikasi penuh, menyediakan materi pendidikan untuk mendukung pembelajaran dan adanya kedisiplinan murid maupun guru dalam pembelajaran. Hal-hal ini bisa dijadikan sebagai pembelajaran dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia.

 

Komentar